Misteri lenyapnya Kerajaan Khmer yang dikenal sebagai Kebudayaan Angkor terungkap.
Sekumpulan peneliti menemukan jawaban runtuhnya kekaisaran yang pernah
berkuasa selama berabad-abad di kawasan Asia Tenggara itu.
Saat ini, Kebudayaan Angkor terpecah-pecah menjadi beberapa negara, seperti Kamboja, Thailand, Laos, dan Vietnam.
Yang tersisa dari kebudayaan itu saat ini
hanyalah bangunan raksasa, jalan, kanal, saluran, dan penampungan air
yang berfungsi mencukupi kebutuhan masyarakat pada waktu itu.
Kerajaan Khmer di bawah pemerintahan Raja Jayavarman VII (1181-1206).
Laman physorg melaporkan, dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan mengindikasikan
Kebudayaan Angkor lenyap setelah mengalami kekeringan.
Para peneliti yang dipimpin oleh Mary
Beth Day, seorang ilmuwan ahli bumi dari Universitas Cambridge, juga
mempublikasikan temuan mereka pada laporan Proceedings of the National Academy of Sciences.
Kerajaan Khmeer sendiri berdiri pada abad ke-9 hingga abad ke-15 dan berpusat pada Kota Angkor.
Masyarakat Kota Angkor menampung air
dalam jumlah yang sangat banyak selama musim hujan untuk keperluan
sehari-hari seperti minum dan menggarap lahan sepanjang tahunnya. Sistem
itu bekerja dalam jangka waktu sangat lama, namun tiba-tiba lenyap.

Alasan
lenyapnya sistem itu secara tiba-tiba bisa bermacam-macam. Misalnya
perang, wabah penyakit yang melanda, perselisihan antar masyarakat,
hingga berubahnya kondisi lingkungan.
Alasan itu kini terjawab dalam penelitian
terakhir, setidaknya menjadi faktor dominan lenyapnya Kebudayaan
Angkor, yaitu faktor lingkungan.
Untuk menemukan masalah kekurangan air
karena perubahan lingkungan, para peneliti mengambil contoh tanah pada
penampung air terbesar yang sering disebut barays – yang dibangun rakyat Angkor.
Dengan menggali sedalam enam kaki, tim
ini menemukan bahwa kekeringan yang berkepanjangan dan mungkin
penggunaan lahan yang berlebihan untuk pertanian telah menyebabkan
masyarakat di sini tidak mampu lagi menghasilkan makanan.

Tahun-tahun menjelang 1431, lapisan tipis
menunjukkan air yang bisa ditampung dalam barays hanya sedikit. Ini
juga menunjukkan curah hujan tidak menentu.

Bencana itu diikuti dengan periode tanpa
hujan sama sekali. Hasilnya, tidak banyak air yang tersedia untuk minum
dan bercocok tanam selama musim kering.
Penelitian baru ini tidak menyatakan
fakta bahwa kekeringan menjadi satu-satunya faktor runtuhnya Kerajaan
Khmer. Karena ada faktor lain yang terlibat.
Seperti perang dengan tetangga, banyaknya
penduduk yang beralih memeluk agama Budha, dan perubahan alam akibat
meningkatnya perdagangan dengan negara lain, semua faktor itu mungkin
memiliki peran. (umi/vivanews/physorg/iic.wp.com)
No comments:
Post a Comment
Seluruh artikel di blog ini adalah hasil dari copy paste dari berbagai sumber jadi mohon maaf sebelumnya kepada para original writer...